Pengarang Dahlan Iskan; Judul ‘Ganti Hati’; Penerbit: JP Books, Surabaya; Hal. 328, viii, ilustrasi; Tahun 2007
Hati (baca liver) luka (baca sakit) dibedah untuk diganti yang baru agar lebih menjamin hidup bisa lebih diperpanjang. Mungkinkah? Sejak seperempat abad terakhir millennium dua dunia kedokteran mencapai kemajuan dalam hal transplantasi organ tubuh, termasuk transplantasi liver. Publikasi atau penjelasan-penjelasan akademik soal transplantasi ini tidak sedikit jumlahnya. Akan tetapi, mengenai bagaimana aplikasinya yang dirasakan dan dialami langsung oleh seseorang masih langka diungkapkan. Hal inilah barangkali yang menyebabkan buku berjudul Ganti Hati yang ditulis oleh Dahlan Iskan menjadi sesuatu yang menarik untuk dibaca.
Suatu kehormatan bagi saya diminta dan diberi kesempatan membahas (mendiskusikan) buku ‘Ganti Hati’ ini sekaligus bersama penulisnya. Akan tetapi, awalnya sempat ragu menerima ketika Redaktur Pelaksana Harian Radar Banjarmasin sekaligus sebagai pelaksana Acara Buku ini meminta saya sebagai pembahas buku karya ‘Bos’ Jawa Pos Group itu. Bukan karena waktu yang tersedia terlalu pendek untuk dapat menelaah keseluruhan isi buku, melainkan lebih pada dugaan bahwa buku itu berisi persoalan yang tidak sejalan bidang keahlian saya. Saya membayangkan buku itu berkaitan dengan soal dunia kedokteran atau mengenai penyakit. Untunglah yang sampai kepada bukan berupa kertas undangan permintaan sebagai pembahas semata tetapi juga langsung bertemu dengan si pengundang atau ketua pelaksana Acara Bedah Buku itu. Pengundang berupaya meyakinkan saya bahwa isi buku tidak membicarakan hal-hal teknis dunia kedokteran ataupun mengenai penyakit. Singkatnya, saya akhirnya menyetujui permintaannya setelah juga secara selintas membolak-balik halaman buku yang ketika itu diserahkan kepada saya.
Dahlan Iskan adalah Chief Executive Officer (CEO) Jawa Pos Group, seorang anak manusia yang tak bisa diam, padat aktivitas, kesannya memang begitu. Raganya boleh tak bergerak sesaat atau beberapa saat. Kesadarannya terdiam hanya di kala tertidur atau sedang mengalami pembiusan. Pada saat keadaan ini berlalu, dalam keadaan terjaga, maka otaknya kembali aktif memikirkan sesuatu yang sedang dirasakan, dilihat, didengar, diketahui, dialami, atau memikirkan kembali apa yang telah menjadi pengalamannya.dari waktu yang sudah lama berlalu. Ya, raganya boleh diam (baca dipaksa untuk diam), tetapi tidak dengan fikirannya. Raganya boleh dipaksa untuk tidak bergerak melakukan aktivitas, tetapi tidak demikian dengan pikirannya.
Di antara begitu banyak hal yang dihasilkan manusia sangat aktif ini, adalah hadirnya serentetan tulisan di koran Radar Banjarmasin dan koran-koran group Jawa Pos lainnya. Jumlahnya mencapai 33 buah tulisan dalam bentuk artikel. Tulisan-tulisan dalam bentuk artikel ini dihimpun yang ternyata cukup untuk membentuk sebuah buku setebal 328 halaman setelah dilengkapi dengan halaman-halaman ilustrasi berupa foto (gambar), rekaman-rekaman SMS dan e-mail dari para sahabat. Terwujudlah buku yang kemudian diberi judul Ganti Hati. Ya, Ganti Hati, judul yang amat singkat, sarat makna dan tanda tanya yang ternyata jitu mengudang minat orang untuk membaca dan mengetahui lebih jauh mengenai apa gerangan isinya. Begitulah Dahlan Iskan, CEO piawai dalam mengelola maupun mengolah sesuatu maupun keadaan.
Kepiawaian itu pula terefleksikan di dalam buku Ganti Hati itu. Pembaca akan mengetahui bagaimana kemampuan Dahlan Iskan dalam mengelola dan mengolah keadaan yang menegangkan bukan untuk hitungan waktu sekejap tetapi untuk berhari-hari sejak dia memutuskan bersedia menjalani pergantian livernya yang telah rusak. Hampir dipastkan pembaca buku ini akan mengatakan “luar biasa”, sebab diajarkan kepada kita bagaimana mengelola perasaan, pikiran, rasa sakit, kesal, penat dan keadaan lain di luar itu di dalam keseluruhan waktu tegang yang panjang. Dan, di halaman sampul buku, di bawah tulisan Ganti Hati, tertera gambar Dahlan Iskan tersenyum lebar. Begitu pun dengan gambar-gambar dirinya di halaman-halaman buku bagian dalam, tersenyum dan tersenyum. Cerminan tidak stress. Itu semua karena keadaan apapun yang sedang dialami mampu dikelola secara baik.
Rasanya pembaca tidak perlu diajari lagi, karena Dahlan Iskan dalam mengisahkan pengalamannya di dalam buku Ganti Hati itu menggunakan bahasa sederhana sehingga gampang dicerna. Baru sampai pada halaman 2 saja pembaca sudah diberi gambaran bagaimana penulis mengelola apa yang harus dan akan dia hadapi pada saat ganti hati benar-benar dijalani, dia menyebutnya sebagai “turun mesin”. Di sini penulis mengemukakan: “Turun mesin total itu harus diatur sedemikian rupa karena saya tetap harus bisa menjalankan kewajiban sehari-hari yang tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Maka, ……..” (p. 2). Tidak hanya sampai di situ. Pada hampir di setiap bagian atau sub judul yang dikisahkan, pembaca sebenarnya diberi gambaran mengenai bagaimana setiap keadaan yang dihadapi dikelola. Akan tetapi, seperti dikatakan oleh sahabat karibnya, Robert Lai, pemberi Kata Pengantar buku itu, “………. kenyataannya kita tidak pernah sendirian: selalu ada seseorang disekitar kita, ……. “ (p. v). Maknanya bisa diperluas, yakni bagaimana kita mengelola diri sendiri dan mengelola sesuatu bersama-sama orang lain.
Cukup banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman Dahlan Iskan berganti hati. Dari penulisnya sendiri dengan sadar mengakui tumbuhnya sebuah kesadaran baru bahwa ia harus mengakui dan menghargai ilmu yang dituntut di universitas (p. 163). Menurut pandangannya bahwa dari universitaslah ilmu, pengetahuan dan teknologi dikembangkan. Dari universitaslah tumbuh kreativitas dan inovasi. Dahlan Iskan yang semula ragu telah menjadi yakin bahwa universitas memang layak disebut sebagai “agent of change”.
Pada akhirnya dari membaca buku ini banyak hal yang dapat kita ketahui. Soal ganti hati yang dialami penulis untuk memperbaiki organ tubuhnya berupa hati itu hanya dijadikan sebagai ‘entry point’ memotret kehidupan dari berbagai aspek. Pada intinya isi buku ‘Ganti Hati’ merupakan hasil renungan, pengalaman, dan pengetahuan penulis. Dari sini ia berhasil memotret kehidupan masyarakat secara luas meliputi aspek sosial, budaya, keagamaan (kepercayaan), ekonomi, politik bahkan ilmu dan pengetahuan. Termasuk di dalam aspek ilmu dan pengetahuan adalah soal kesehatan dan dunia kedokteran meski tidak dalam pengertian akademis yang ribet dan teknis.
Dahlan Iskan memberikan gambaran dan pengetahuan kepada pembaca bagaimana terjadi perbenturan antara soal kesehatan yang harus dipahami secara ilmiah dan persepsi masyarakat yang masih dibalut dengan kepercayaan yang bersifat tidak logis. Meskipun kita hidup di dunia modern tetapi nyatanya sebagian besar masyarakat masih bersikap dan berpikir tradisonal dan bersifat tahayul. Potret masyarakat yang semacam ini dapat pembaca temui khususnya pada bagian 24, 25 dan 26 (p. 153-170). Masih banyak hal menarik lainnya yang tentu saja tidak bisa habis didiskusikan di dalam kesempatan ini. Sejujurnya buku karya Dahlan Iskan berjudul ‘Ganti Hati’ sangat layak untuk dimiliki dan dibaca sendiri. (Terima kasih)
Bambang Subiyakto
Banjarbaru, 8 September 2007
Tinggalkan komentar