Feeds:
Pos
Komentar

Archive for the ‘SUNGAIKU’ Category

Situs P2 Limnologi (ISSN 2086-5309) http://www.limnologi.lipi.go.id
________________________________________
Rabu, 24 Desember 2008
Hanya satu kapal kayu merapat di dermaga dari kayu ulin yang mulai lapuk. Gudang-gudang tua temboknya terkelupas. Gerimis menambah muram suasana Pelabuhan Martapura, sore itu. Pernah menjadi urat nadi Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, pelabuhan itu kini menjadi kawasan yang ditinggalkan. Sepi dan mati.
Beratus tahun silam, kapal-kapal besar berlayar hingga ke Sungai Martapura. Dari sana, muatannya dibawa kelotok dan jukung menyusuri sungai-sungai yang berkelok hingga jauh ke jantung Pulau Borneo (Kalimantan). Dari pedalaman aneka barang, mulai dari lada hingga intan, diangkut hingga ke daratan Eropa.
Dari Pelabuhan Martapura, pada Juli 1957, Presiden Soekarno bersama sejumlah wartawan dari dalam dan luar negeri bertolak menuju jantung Borneo, yang hingga saat itu hanya bisa ditempuh melalui sungai. Soekarno dan rombongan menyusuri sungai hingga ke Pahandut (sekarang Palangkaraya).
Perjalanan Soekarno itu seperti mengingatkan pada ekspedisi para penjelajah Belanda yang menyusuri 49 sungai di Banjarmasin pada Mei-Juli 1847, seperti tertulis dalam Borneo Zuid Oostkust, yang menyebutkan tentang sungai-sungai yang berkelok-kelok dan tembus-menembus satu dengan lainnya. Ekspedisi itu mencatat tentang kehidupan orang Banjar yang tinggal di tepi sungai dan perahu yang menjadi satu-satunya sarana transportasi.
Hingga tahun 50-an, perahu masih menjadi alat transportasi utama di Kota Banjarmasin yang menghubungkan kampung-kampung dan pasar. Bahkan, sebagian pasar terletak di tengah sungai dengan pedagangnya menghanyut di atas perahu, seperti yang terlihat di pasar terapung Lok Baintan dan Muara Kuin.
Alat angkutan darat hampir tak dikenal waktu itu. Hampir semua daratan di Banjarmasin memang berupa rawa-rawa dan digenangi oleh air pasang-surut. Sebagian daratan di kawasan ini setengah meter berada di bawah permukaan air laut.
Kanal buatan
Pengajar ilmu sejarah yang juga Kepala Perpustakaan Pusat Universitas Lambungmangkurat (Unlam) Bambang Subiyakto mengatakan, selain sungai yang terbentuk secara alami, masyarakat Banjar sejak lama mengenal kanal buatan untuk kepentingan pengangkutan yang murah dan untuk irigasi pertanian lebak. Kemampuan membuat kanal itu diwariskan turun- temurun untuk menyikapi air pasang surut dari laut yang masuk hingga jauh ke pedalaman. (lebih…)

Read Full Post »

Bambang Subiyakto

Abstract

Rivier te Bandjermasin, 1870

Antasan Kuin 1899

 

The main aim of this writing is to study the water transportation system of inland navigation in Southeast Kalimantan in the nineteenth century as seen from the historical perspective. It is hoped that the study will be able to reconstruct the process of the past history of Southeast Kalimantan and concomitantly enrich the corpus of literature in Indonesian history in general. (lebih…)

Read Full Post »

Bambang Subiyakto

Bagian 1

Pengantar

Sejak lama nampaknya motif ekonomi mendorong terjadinya hubungan dan pergaulan antar bangsa. Melalui bentuk ekonomi perdagangan berlangsung kontak antar ras, bangsa dan etnis. Salah satu wilayah yang telah lama dikenal luas sebagai tempat terjadinya kontak perdagangan adalah Kesultanan Banjarmasin. Wilayah ini menjelma menjadi yang kemudian dikenal sebagai wilayah Zuid- en Oosterafdeeling van Borneo, selanjutnya diterjemahkan Borneo Tenggara pasca bubarnya Kesultanan Banjarmasin. (lebih…)

Read Full Post »

Bambang Subiyakto

(Bagian 2)

Sejarah mencatat bahwa wilayah Borneo, Borneo Tenggara khususnya, telah lama menjadi ajang petualangan orang asing, khususnya Orang Eropa yang biasa disebut “Orang Bule”, atau “bule” saja. Mereka biasa melakukan petualangan dalam rangka eksplorasi dan eksploitasi. (lebih…)

Read Full Post »

Berkah Alam Borneo

Bambang Subiyakto

(Bagian 3)

Di tengah-tengah pergaulan internasional, Banjarmasin sebagai kota dagang cukup menonjol pada zamannya. Selain mengimpor beras, Banjarmasin juga mendatangkan budak. Dalam hubungan dagangnya dengan Cina, Banjarmasin di antaranya mengekspor komoditas seperti lilin dan lampit (tikar rotan). Dari kawasan Barat, hubungannya dengan Portugis, Banjarmasin memperdagangkan kamfer (kapur barus), intan dan batu-batu permata. (lebih…)

Read Full Post »

Bambang Subiyakto

Bagian 4

Jauh sebelumnya yaitu pada tahun 1805, Bloem menerangkan bahwa harga garam di Banjarmasin telah mengalami perubahan. Pada saat itu, sebagai residen ia menetapkan  harga garam sebesar 30 ringgit per koyan ditambah 4 ringgit cukai.  Sayangnya garam yang tiba di Banjarmasin waktu itu banyak yang rusak bila dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya. Menurut perkiraan Bloem, selama satu tahun berjalan masih bisa dilakukan penjualan garam di daerah Banjarmasin sebanyak 260 sampai 280 koyan. (lebih…)

Read Full Post »

Bambang Subiyakto

(Bagian 5)

Sejak awal Abad Ke-19 Banjarmasin sebenarnya sudah tidak lagi sebagai pelabuhan bebas bagi kapal-kapal dagang asing. ini karena Belanda telah mendapatkan otoritas terhadap wilayah perairan Banjarmasin sejak akhir Abad Ke-18 berdasarkan suatu perjanjian dengan sultan setempat. Dari catatan sejarah diketahui bahwa Banjarmasin bersama Ambon merupakan dua pelabuhan paling akhir yang baru dibuka Belanda pada masa dasa warsa keempat  Abad Ke-20. (lebih…)

Read Full Post »

(Bagian 4/Penutup)

Mengapresiasi Sumberdaya Budaya

Pada tema bahasan pertama tergambar sesungguhnya bagaimana warga masyarakat Banjar sangat kurang mengapresiasi elemen budaya material nenek moyangnya sendiri. Generasi baru warga masyarakat Banjar tidak lagi secara mendalam meresapi dan memahami pentingnya model-model saluran air seperti anjir, handil, saka, antasan dan tatah.  Parahnya lagi semakin banyak saja generasi baru ini tidak lagi mengenali dan mengerti  elemen budaya material nenek moyangnya itu. Akibatnya adalah tidak terpikirkan samasekali bagaimana budaya itu dipelihara apalagi dikembangkan. Minimnya kesadaran dan perhatian terjadi baik di kalangan pemerintah maupun masyarakat Kalimantan Selatan pada umumnya. (lebih…)

Read Full Post »

(Bagian 3)

Bubuhan versus Papadaan

Elemen-elemen di dalam sebuah kebudayaan mencapai ratusan atau lebih dari itu, baik elemen budaya material maupun non materialnya.  Pada elemen non material terkandung pula wujud gagas berupa nilai budaya yang jauh lebih sulit didefinisikan karena selain luas ruang lingkupnya juga karena sangat abstrak. Pada kesempatan uraian berikut adalah mencoba mengetengahkan hal yang berupa nilai budaya yang sangat abstrak itu, yakni mengenai bubuhan, papadaan, gawi sabumi dan kayuh baimbai.  Keempat elemen budaya non material masyarakat Banjar ini hanya ada dalam pikiran, dirasakan dan diresapi serta disikapi oleh warga anggota masyarakat Banjar itu sendiri. (lebih…)

Read Full Post »

(Bagian 2)

Anjir, Handil dan Saka

Saluran air buatan atau kanal merupakan salah satu elemen dari puluhan atau bahkan ratusan elemen budaya material, yang akumulasinya bersama  elemen-elemen budaya non material, membentuk apa yang dikenal sebagai kebudayaan Banjar. Akumulasi elemen budaya yang khaslah kemudian mencetuskan predikat kebudayaan Banjar. Berdasarkan elemen-elemen budaya yang khas maka orang membedakan masyarakat Banjar dengan kebudayaannya sendiri yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat lainnya. (lebih…)

Read Full Post »

Older Posts »